Rabu, 24 Juni 2015

Under the Blanket

Aku masih tidak percaya apa yang sore tadi telah terjadi. Aku tahu belakangan ini kta tidak akur, tapi aku sama sekali tidak menyangka akan berakhir seperti ini. Aku tidak menyangka akan berakhir. Kita berakhir.

Saat seperti ini aku benci pada diriku sendiri. Saat seperti ini seorang aku hanya bisa mendekam seorang diri di dalam gelap kamar, bersembunyi di bawah selimut. Bersembunyi dari dunia, dari kenyataan, enggan memperlihatkan sisi terlemah diriku.

Jariku dengan bodohnya men-swipe layar smartphone ku, membuka gallery foto, memperlihatkan kenangan dan kisah yang selama ini terjalin dengan indah dan jauh dari kata pisah. Kata kita yang menjadi penghias tiap hari-hari hidup ku. Kebersamaan yang akan membuat semua pasangan di dunia iri melihatnya. Tapi semua itu telah berakhir tadi sore, saat kau ungkapkan bahwa tak ada lagi kita, bahwa ini adalah akhir cerita.

Air mata terus mengalir, aku tak tahu cara menghentikannya. Yang aku tahu adalah alasan kenapa Air mata ini tetap mengalir malam ini. Alasannya adalah aku masih mencintaimu, aku tidak siap kehilangan mu. Jariku tidak mampu menekan tombol "Delete" untuk semua enangan dalam ponselku. Ini yang aku takutkan, memori tentangmu yang akan selamanya tinggal dan menghantui benakku, meanggil air mata ku mengalir lagi.

Lebih dari itu, ada hal yang lebih lagi aku takutkan. Saat aku menderita karena tidak tahu bagaimana menghilangkan kenangan tentang mu, kau di sana tidak meninggalkan bekas seorang aku dalam hatimu. Melupakanku begitu saja.

#FF2in1

I'm the One

"Dan..gw barusan putus."

"Serius lo Sar? Terus lo lagi di mana sekarang?"

"Gw lagi di Kamar."

"Mau gw telpon? ato gw perlu ke rumah lo??"

"Telpon aja."

"Oke..gw beli pulsa dulu. Lo masih punya Coklat kan? Makan itu dulu."

"Cepet."

"Ok2."

Chatting tak terduga  dari teman ku. Sari. Tak ku sangka dia akan putus dengan pacarnya. Walaupun aku tau akhir-akhir ini dia sedang bertengkar dengan pacarnya. tapi tak ku sangka dia putus. benar-benar putus. Pasti sekarang dia sedang menangis di kamarnya.

Aku segera berlari ke warung depan rumah untuk membeli pulsa, semoga 50ribu cukup, tapi aku tidak yakin. Selalu jauh dari kata bosan saat aku ngobrol berdua dengannya, kadang ngobrol hingga larut, sampai pulsa habis atau battre habis duluan.

Tapi saat ini satu hal yang membuatku bingung, kenapa aku tidak sedih ketika tahu Sari putus? Sebagai sahabatnya seharusnya aku sedih, berempati, ikut merasakan kesedihannya. Aneh, yang sekarang aku rasakan adalah lega dia putus. Tak lagi bersama lelaki yang aku tidak yakin dia bisa buat Sari bahagia. Sebagai sahabatnya, sahabat yang sangat dekat dengannya aku tak akan membiarkan ia jatuh ketangan laki-laki yang tidak bisa buat dia bahagia.

Aku tidak yakin ada lelaki yang bisa buat dia bahagia, karena itu aku yang akan buat dia bahagia. Tetapi waktu itu Sari lebih memilih orang lain. Bukan salah  Sari memilih dia, karena aku yang tak bernyali menyatakan maksudku membahagiakannya. Ya, aku tidak yakin waktu itu. Tapi kini, setelah merasakan sakitnya melihat dia dengan orang lain dan dikecewakan, aku akan memeranikan diriku. Aku akan membahagiakannya, aku akan mengatakannya. Tapi saat ini yang terpenting adalah mamunguti serpihan-serpihan hatinya yang berserakan, menatanya, memperbaikinya, agar siap tuk ku miliki.

#FF2in1